rss
twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Pages

Futuhat Islam di Syiria

BAB II
PEMBAHASAN
A. Keadaan Syiria sebelum Islam
Kekalahan yang diceritakan kaisar manuel I pada tahun 1176 M, menghadapi Venezia dan Norman itu, terikat perjanjian damai yang memalukan.Hal itu merupakan tamparan bagi mukanya. Gengsi dirinya amat tinggi selama ini di mata rakyatnya. Akan tetapi armada Venezia telah berpair-pair se-enaknya pada laut Marmara dan selat Borporus dan pesisir laut hitam. Sekaliannya itu bagaikan bulu pada matanya.
Guna mengalihkan perhatian rakyatnya atas kekalahan itu, maka pada tahun 1176 M, dengan buku encyclopedia of word history cetakan 1956 halaman 253, ia pun menggerakkan pasukannya di Asia kecil untuk menyerang Emirat al-Koniah. Dengan begitu ia telah merobek perjanjian damai yang diikat pada tahun 1157 M.
Emir Kalij Arselan II (1156-1192) maju dengan pasukannya ke utara untuk menangkis penyerbuan itu. Pihak Bizantium menderitakan kekalahan pada pertempuran di Myriocephalon. Kekalahan itu ditebus oleh pihak Bizantium dalam wilayah Bithynia pada pesisir laut hitam. Selanjutnya panglima Joannes Vatatzer menghalaukan pasukan Emir Kalij Arselan dari lembah Maender.
Pertempuran di Asia kecil itu berkelanjutan sampai tahun 1177 M, Kaisar Manuel I maju keselatan, akantetapi pasukannya itu hancur dalam wilayah Pisidia memasuki wilayah Pmphylia pada bagian selatan Asia kecil.
The Historians’ history vol. VII halaman 265 mengungkapkan kekalahan itu dengan kalimat; “ And his Turkish Laurels were blasted in his last unfortunate campaign, in which he lost his army in the mountains of Pisidia, and owed his deliverance to the generosity of the sulthan”, bermakna; “ mahkota danau Zaitun dalam kemenangan menghadapi Turki (Seljuk ) itu lantas melisut dan kering di dalam penuyerbuannya yang terakhir dan teramat malang sekali .ia kehilangan pasukannya pada penggunungan Pesidia. Pembebasannya adalah karena kemurahan hati pihak sultan (Emir Kalij Arselan).”
Buku sejarah itu mengungkapkan ciri watak kaisar Bizantium itu dengan kalimat:” Di dalam pergerakkan ketentaraan tidak segan tidur dimana saja , bertangaskan matahari maupun berselimut salju. Di dalam gerakan tidak pernah lelah sekalipun pasukannya telah lelah. Bahkan senantiasa senyum menerima ransum yang sangat terbatas dan rela menahan lapar. Tetapi bila sudah pulang kembali ke Constantinople, maka ia menyerahkan hidup sepenuhnya kepada kepelesiran ,kesenangan, dan kemewahan yang tiada taranya. Biaya pakaiannya, meja makannya, istananya, lipat ganda dari kaisar-kaisar yang digantikannya. Setiap musim panas menghabiskan temponya pada pulau Propontis menikmati skandal dengan keponakannya, Theodora. Biaya perang dan biaya kepelesirannya itu menandaskan penerimaan Negara, bahkan beban pajak yang dipukul rakyat makin lipat ganda.
Buku sejarah itu menceritakan suatu anecdote. Pada masa-masa penyerbuan yang terakhir itu kaisar Manuel I amat menderitakan kehausan dan sewaktu tiba pada suatu meta air lalu mengeluh karena sudah bercampur darah orang Kristen dan terpaksa juga meminumnya. Ungkapannya ; “ ini bukannya buat pertama kalinya tuanku meminumnya darah orang Kristen,” terdengar suara di belakangnya,” setiap kali tuanku minum, O Kaisar! Maka yang tuanku minum itu adalah darah orang Kristen. (Sou’yb. Joesoef, 1978: hal 199-201)
B. Penaklukan Syiria (Syam)
Ketika Heraklius baru dinobatkan sebagai penyelamat dunia Kristen dan pemelihara keturunan kerajaan timur berada di Yerusalem untuk mengembalikan Salib, yang baru saja direbutdari orang-orang Persia, pasukannya di Yordania melaporkan adanya serangan dari kelompok Arab yang bisa dihalau tanpa kesulitan. Insiden itu terjadi di Mu’tah, yang terletak di perbatasan Balka ke sebelah timur ujung selatan Laut Mati. Zaid ibnu Haritsah, anak angkat Muhammad, memimpin pasukan berkekuatan 3.000 orang. Zaid gugur dalam perang itu dan Khalid ibn Walid yang baru masuk Islam berhasil memimpin sisa-sisa pasukan yang berserak kembali ke Madinah.
Dikatakan bahwa tujuan serangan itu adalah untuk menuntut balas kematian seorang utusan Nabi yang dikirim kepada raja Gassan di Bushra, namun tujuan sebenarnya adalah untuk mengamankan pedang-pedang masyrafiyah (dari al_masyarif al_sya’m dataran tinggi yang darinya kita bisa melihat negeri suriah. M.J. de goeje, Memoire sur la conquere de la Syrie) buatan perajin Mu’tah dan kota-kota sekitarnya yang rencananya akan digunakan untuk menyerang Makkah. Kejadian itu biasanya ditafsirkan sebagai salah satu kebiasaan suku badui yang suka menyerang masyarakat yang tinggal di perbatasan, tetapi sebenarnya serangan itu merupakan letupan pertama dari rangkaian peperangan yang baru berhanti setelah ibu kota Bezantium jatuh (1453) ke tangan pasukan Islam dan nama Muhammad yang menggantikan nama Isa di dinding katedral Kristen, St. Sophia.
Pertempuran Mu’tah adalah satu-satunya pertempuran dengan Suriah yang terjadi pada masa hidup Nabi. Ekspedisi tabuk pada tahun berikutnya (9 H/630 M) yang dipimpin langsung oleh Muhammad tidak menumpahkan darah sedikitpun, namun berhasil menguasai beberapa daerah oasis Yahudi dan Kristen.
Seusai perang Riddah pada musim gugur pada 633 M, tiga pasukan yang masing-masing terdiri atas sekitar 3.000 orang, yang masing-masing dipimpin oleh ‘Amr ibnu al-‘Ash, Yazid ibnu abi Sufyan, dan Syurahbil ibnu Hasanah. Mereka bergerak ke utara dan mulai menyerang Suriah sebelah selatan dan tenggara. Yazid mengangkat saudaranya, Muawiyah pendiri dinasti Umayyah sebagai ajudannya. Yazid dan Syurahbil bergerak ke Tabuk-Ma’an. Sementara ‘Amr, yang jika melakukan operasi gabungan menjadi pemimpin pasukan, mengambil rute pesisir lewat Aylah. Jumlah masing-masing pasukan kemudian bertambah menjadi kira-kira sebanyak 7.500 orang. Abu ‘Ubaidah ibnu al-Jarrah, yang tak lama kemudian menjadi komandan pasukan gabungan, mungkin juga memimpin salah satu pasukan dan mengambil rute jamaah haji terkenal menyusuri rute perjalanan kuno dari Madinah ke Damaskus.
Dalam pertempuran pertama di lembah Arabah, dataran rendah sebalah selatan Laut Mati. Yazid berhasil mengalahkan Sergius, seorang Patrik dari Palestina, yang bermarkas di Caesarea.ketika bergarak mundur ke Gazza, sisa pasukan Bizantium di bawah pimpinan Sergius yang berjumlah beberapa ribu orang dikalahkan di Dathin dan hamper dimusnahkan (4 februari 634). Namun di tempat lain pasukan Bizantium diuntungkan oleh keadaan alam dan pasukan muslim dipermalukan. Heraklius, yang leluhurnya tinggal di Edessa, dan yang selama enam bulan berhasil menghalau pasukan Persia dari Suriah dan Mesir, segera berangkat dari Emesa untuk menghimpun pasukan dan mengirimnya ke selatan di bawah komando saudaranya, Theodorus.
Sementara itu, Khalid ibnu Walid, “Pedang Allah”, yang beroperasi da Irak memimpin sekitar 500 veteran perang Riddah bekerja sama dengan Banu Syaiban, pecahan dari suku Bakr ibnu Wa’il yang tinggal di perbatasan Persia diperintahkan oleh Abu Bakr untuk segera berangkat dan membantu pasukan yang sedang bertempur di Suriah. Meskipun hanya berupa insiden kecil dan mungkin dilakukan tanpa sepengetahuan khalifah. Secara kronologis serangan ke Irak merupakan awal gerakan militer orang-orang Islam. Tapi dari sudut pandang Madinah dan Hijaz, daerah di sekitar Suriah merupakan target utama. Sebelum Abu Bakr mengeluarkan perintah, Hirah ke Irak telah menyerah dan membayar 60.000 dirham kepada Khalid dan sekutunya, Al-Mutsanna ibnu Haritsah, ketua suku Syaiban. Kota yang dipimpin seorang raja kecil Kristen Arab ini merupakan kota paling awal yang berhasil dikuasai pasukan Islam di luar kawasan Semenanjung, serta menjadi apel pertama yang jatuh dari pohon apel Persia. ‘Ayn al-Tamr, tempat berbenteng di gurun sebelah barat laut Kufah, juga berhasil dikuasai sebelum bergerak ke Suriah.
Kisah perjalanan khalid di gurun pasir menyuguhkan berbagai persoalan historis dan geografis, karena para penulis mengisahkannya dari sisi rute dan waktu yang berbeda. Sebagaimana yang terungkap dalam rekonstruksi dari sebuah penelitian seksama terhadap berbagai sumber, ia mungkin mulai bergerak dari Hirah (Maret 634) ke barat melalui gurun pasir menuju oasis di Dumah Jandal (sekarang Al-Jwaf), yang terletak antara Irak dan Suriah pada rute paling timur. Dari Dumah ia meneruskan perjalanan melintasi Wadi Sirhan (dulu Bathn al-Sirr) menuju Bushra, pintu gerbang Suriah yang pertama. Karena di sana banyak benteng, Khalid mengambil arah barat daya dari Dumah menuju Quranir (sekarang qulban qaranir) sebelah timur perbatasan Wadi Sirhan dan dari sana menuju utara sampai Suwa, gerbang kedua Suriah. Perjalann itu memakan waktu lima hari melintasi gurun tandus tak berair. Rafi’ ibnu Umair dari suku Thayyi menjadi petunjuk jalan. Air untuk para perajurit dibawa dalam tas kulit, tapi untuk kuda diambil dari perut unta-unta tua, yang kemudian disembelih untuk makanan. Ada pasukan yang menaiki unta, seluruhnya berjumlah lima hingga delapan ratus orang. Beberapa ekor kuda ikut ambil bagian dalam serangan itu. Perjalanan semakin berat karena persediaan air semakin menipis, dan mereka tidak menemukan sumber air. Di suatu tempat, Rafi’ yang matanya terlampau lelah akibat sinar matahari yang dipantulkan hamparan pasir sehingga ia tidak bisa mengenali tanda-tanda air, menyuruh pasukan untuk mencari kotak duri (Awsaj). Ketika menggali tanah, mereka tertumbuk pada pasir basah berair, sehingga pasukan yang mulai putus asa merasa gembira.
Secara dramatis dan mengejutkan, Khalid muncul di dekat Damaskus dan langsung berhadapan dengan pasukan Bizantium setelah menempuh selama delapan belas hari. Dari sana ia mulai memimpin beberapa serangan, dan dalam satu penyarbuan ia berhasil mengalahkan pasukan Kristen Gassan di Marja Rahit pada hari minggu paskah. Dari sana, ia terus bergerak ke Bushra (Eski Syam atau Damaskus lama). Di sini ia berhasil gemilang membuka jalan untuk menggabungkan pasukan-pasukan Arab lainnya, yang kemudian menghasilkan kemenangan berdarah di Ajnadayn pada 30 juli 634. Kemenangan itu melapangkan jalan mereka menuju Palestina. Dalam pasukan gabungan itu Khalid memegang komando tertinggi. Sejak itulah serangan-serangan sistematis dilakukan. Bushra, salah satu ibu kota kerajaan Gassan, jatuh tanpa perlawanan berarti. Fihln (Fahl, Yunani: Pella), di sebelah timur Yordania, mengalami nasib serupa pada 23 januari 635. Jalan menuju kota metropolis Damaskus di Suriah berhasil dibersihkan dengan mengalahkan musuh di Marja Shufar 25 Pebruari 635. Dua minggu kemudian, Khalid berdiri di depan gerbang kota yang menurut riwayat merupakan kota tertua di dunia. Pada malam yang bersejarah itu, paulus melarikan diri dengan menuruni dinding benteng kota, dikerek dalam sebuah keranjang. Damaskus, yang segera menjadi ibu kota kerajaan Islam, menyerah pada bulan September 635, setelah dikepung selama 6 bulan, karena pengkhianatan para penguasa sipil dan agama, termasuk da antaranya St. John. Setelah ditinggalkan oleh pasukan Bezabtium, penduduk sipil Damaskus menyerah. Syarat-syarat penyerahan diri itu menjadi model perjanjian yang kemudian diterapkan ke kota-kota Suriah-Palestina lainnya.
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Berikut ini beberapa jaminan dari Khalid ibnu al-Walid kepada semua penduduk Damaskus jika ia masuk ke kota: ia berjanji akan menjamin keamanan hidup, harta benda, dan gereja mereka. Dinding kota tidak akan dihancurkan, pasukan Islam juga tidak akan memasuki rumah-rumah mereka. Kemudian kami akan memberi mereka janji Allah dan perlindunga Nabi-Nya, khalifah dan semua orang beriman. Selama mereka berkenan membayar pajak, tidak akan ada yang menimpa mereka kecuali kebaikan.
Pajak kepala dipungut sebesar satu dinar dan satu jarib (ukuran gandum) per orang, yang kemudian dinaikkan pada masa Umar ibnu al-Khattab. Baklabak, Emesa, Epifania, dan kota lainya jatuh satu demi satu. Tidak ada yang selamat dari terjangan penakluk yang terus maju. “orang-orang Syayzar (Larissa) pergi menemuinya diiringi para pemain tambur dan penyanyi, kemudian membungkuk di hadapannya.
Sementara itu, Heraklius telah menghimpun pasukan berkekuatan 50.000 prajurit di bawah pimpinan saudaranya, Theodarus. Mereka mempersiapkan diri untuk melancarkan peperangan besar yang cukup menentukan. Khalid untuk sementara untuk meninggalkan Emesa, Damaskus, dan kota strategis lainya. Serta menempatkan sekitar 25.000 prajurit di lembah Yarmuk. Sebuah anak sungai di sebelah timur Yordania. Didahului oleh perang-perang kecil selama beberapa bulan, pertemuan dua pasukan itu mencapai puncaknya pada 20 agustus 636, di siang yang panas berdebu yaitu paling panas di muka bumi, yang sangat bersahabat dengan orang arab . semua upaya yang dilakukan Bizantium, dibantu dengan nyanyi-nyanyi pujian dan doa para pendeta, untuk menahan gempuran hebat putra-putra padang pasir tidak membuahkan hasil. Pasukan Bizantium dan tentara bayaran yang terdiri atas bangsa Arab dan Armenia yang tidak terbunuh di medan perang menyelamatkan diri ke tepi sungai yang terjal dan ke lembah Rukkad, beberapa orang yang berusaha menyeberang hamper dibantai di sisi sebelahnya. Theodorus sendiri tewas dan pasukan kerajaan berubah menjadi sekumpulan perajurit yang panic, putus asa dan kocar-kacir. Saat itulah nasib Suriah berakhir. Salah satu provinsi terbaik untuk selamanya jatuh ke tangan Imperium Timur. “selamat berpisah, wahai Suriah sebuah negeri sempurna yang direbut musuh!” demikian kata perpisahan yang diucapkan oleh Heraklius.
Peralihan administrasi segera dilaksanakan. Abu Ubaydah, seorang sahabat nabi yang terkemuka, pejabat pemerintahan teokrasi Madinah dan kini menjadipemimpin di Suriah, diangkat oleh Umar sbagai gubernur jenderal dan wakil khalifah menggantikan Khalid yang tampaknya tidak disukai Umar. Setelah mengatur beberapa urusan, Abu Ubaidah mengiringi Khalid ke utara. Tidak ada perlawanan serius yang dihadapi pasukan Arab di sepanjang perjalanan menuju batas georgafis Suriah yaitu pegunungan Taurus. Mereka juga tidak mengalami kesulitan berarti ketika penaklukan kembali kota-kota sebelumnya yang telah dikuasai. Sebuah pernyataan yang dinisbatkan kepada orang-orang Himsh dipandang sebagai representasi perasaan penduduk Suriah terhadap para penakluk baru itu, “Kami jauh lebih menyukai pemerintahan dan keadilan kalian ketimbang Negara penindas dan tiran yang pernah menhuasai kami.”
Beberapa saat sebelum jatuhnya Palestina. Khalifah Umar mengunjungi barak militer al-Jabiyah yang terletak di sebelah utara medan pertempuran Yarmuk. Kedatangannya adalah untuk merayakan penaklukan itu secara khidmad, menetapkan status negeri taklukan, bertukar pikiran dengan jenderalnya, Abu Ubaidah yang ia tunjuk untuk menggantikan Khalid setelah pertempuran Yarmuk, secara meletakkan aturan-aturan penting untuk mengatur wilayah taklukan baru. Ketika Yerusalem jatuh, Umar juga berkunjung ke sana. Ketika Patrik Yerusalem, Sophronius, menemani khalifah yang sudah lanjut usia itu berkeliling ke tempat-tempat suci. Ia sangat terkejut melihat kesederhanaan dan busana lusuh yang dikenakan tamu Arabnya itu, sehingga ia diriwayatkan berkata kepada orang-orang disana da;lam bahasa yunani. “Sungguh, inilah kesahajaan dan kegetiran yang dikabarkan oleh Daniel sang nabi ketika ia berdiri ditempat suci ini.”
Tidak lama setelah itu Abu Ubaidah meninggal di Amwas karena wabah penyakit yang menewaskan 20.000 pasukannya. Setelah kematian Yazid kekuasaan beralih ke tangan Muawiyah yang cerdas. Suriah kini terbagi dalam 4 wilayah militer mengikuti pembagian profinsi Romawi dan Bizantium sebelum penaklukan. Ke empatnya adalah Damaskus, Himsh, Yordania, yang meliputi Galilea hingga Gurun Suriah, dan Palestina. Daerah sebelah selatan dataran luas Esdraelon (Marja bin Amir). Dan sebelah utara adalah Qinnasrin, kelak ditaklukkan oleh kholifah Umayyah Yazid I.
Penaklukan yang begitu cepat dan mudah terhadap wilayah yang sangat setrategis telah menaikkan citra Islam di mata dunia. Dari Suriah, pasukan Islam membanjiri Mesir dan bergerak menakhlukkan seluruh kawasan Afrika Utara. Penetapan Suriah sebagai markas utama memungkinkan terjadinya serbuan ke Armenia, Mesopotamia utara, Georgia dan Azerbaizan menjadi mungkin, seperti penyerbuan beberapa tahun kemudian yang di luncurkan ke Asia kecil. Dengan bantuan pasukan Suriah, sepanyol yang berada di pinggiran benua Eropa jatuh ke kekuasaan Islam yang semakin meluas kurang dari 100 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. (Philip Khuri Hitti, 1970: hal 182-193)
C. Syiria Di Bawah Lindungan Islam
Syiria, Persia, dan Mesir di bawah lindungan islam telah menemukan kelonggaran dan toleransi yang membuat mereka lebih bebas dari masa sebelumnya yang penuh penindasan, kesewenangan beratus-ratus lamanya. Islampun menjamin kemerdekaan beribadat menurut ajaran agama mereka masing-masing. Mereka juga dibebaskan dari keharusan menjadi tentara dengan jalan membayar jizyah, kendatipun dia tetap menganut agamanya semula. Kaum muslimin membiarkan tanah dimiliki oleh pemiliknya semula, hanya saja mereka diharuskan membayar kharaj (pajak tanah) yang jumlahnya jauh lebih kecil daripada pajak yang biasa dipungut oleh raja-raja Persia dan Kaisar Rumawi. Mereka ini menganggap bahwa tanah itu mereka anggap hak milik mereka pula.
Di samping itu kaum muslimin juga menjamin keamanan anak negeri berikut harta, dan anak istri mereka. Banyak juga perubahan-perubahan dan perbaikan yang berkenaan dengan keadilan, keamanan, jalan-jalan, pengairan, bangunan, dan lain sebagainya. Selain itu dalam bidang keagamaan juga banyak bermunculan para mubaligh handal, guru-guru, fuqoha, dan para alim ulama’ yang memberi penerangan tentang Islam, akhlak Islam dan dasar-dasar yang disuguhkan ini para masyarakat terpikat hingga mereka berbondong-bondong memeluk agama Islam yang kata mereka benar-benar agama yang rohmatan lil’alamin. (A. Syalabi, 2003: hal 224-225)
Kota-kota syam, seperti Damaskus, Halab, Bairut, dan lainnya masih tetap pusat kegiatan ilmu dalam zaman ini. Masjid Damaskus yang terkenal itu, adalah lambang dari gerakan ilmu di Syam. Dalam kota-kota Damaskus, Halab, dan Bairut berkembang bermacam ilmu, malahan tiap-tiap kota mempunyai cirri khasnya.
Umpamanya kota Bairut terkenal dengan pusat kegiatan ilmu hukum, di tempat mana dipelajari undang-undang berbagai bangsa (hukum internasional ) termasuk hukum Rumany. Terkenal aliran Bairut dalam dunia ilmu.
Ahli Hukumnya ;
1. Abdurrahman bin Ghanim
2. Abu Idris Khaulany Aizullah bin Abdullah
3. Qubaisah bin Zuib
4. Makhul bin Abu Muslim
5. Raja bin Haiyuh Kindy
6. Umar bin Abdul Aziz bin Marwan. (A. Syalabi, 2003: hal 256)

D. Pembangunan Islam Di Syiria
Tugas nabi Muhammad saw adalah menyampaikan agama islam dan mengajarkan kepada kaum muslimin tentang jalan-jalan untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Akan tetapi pada masa nabi Muhammad saw agama islam masih belum melampaui jazirah arab dan kehidupan bangsa arabpun masih sangat sederhana dan bersahaja.
Tatkala Islam meluas sampai Syam, Mesir, dan Persia agama islam menjumpai kebudayaan yang hidup di negeri-negeri tersebut. Islam telah berhadapan dengan keadaan-keadaan baru, lalu timbullah berbagai macam kesulitan dan berbagai macam persoalan yang belum pernah dijumpai oleh kaum muslimin sebelumnya. Di masa Abu bakar permasalahan ini belum timbul, karena masa beliau sangat singkat. Beliau meninggal dunia pada waktu peperangan antara kaum muslimin dengan bangsa Persia dan Romawi. Setelah itu pada masa pemerintahan Umar ibnu khattablah persoalan banyak terjadi, sehingga kholifah mendapat ilham dari Allah dalam menghadapi dan membangun Negara islam. Beliau menggagas penyusunan dewan-dewan, mendirikan baitul mal, menempa mata uang, membentuk tentara pertahanan untuk menjaga dan melindungi tapal batas, mengatur gaji, mengangkat hakim-hakim, mangatur perjalanan pos, menciptakan tahun hijriah, dan sebagainya.
Umar bukan saja menciptakan peraturan baru saja, tetapi juga memperbaiki dan mengadakan perubahan terhadap peraturan yang telah ada. Seperti peraturan yang telah berjalan: bahwa kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan berperang. Umar mengubah peraturan tersebut, jadi tanah-tanah harus tetap menjadi hak milik yang mempunyai tanah semula. Tetapi, bertalian dengan ini diadakan pajak tanah (al-kharaj). Umar juga meninjau kembali bagian-bagian zakat yang diperuntukkan kepada orang-orang yang dijinaki hatinya (al muallafatu qulubuhum) mengenai syarat-syarat pemberian kepada mereka. Dan banyak lagi aturan lain yang diciptakan Umar.
Dari sejumlah musuh-musuh Islam terdiri dari orang-orang Persia dan Yahudi, mereka berkomplot untuk membunuh Umar ibnu khattab. Pembunuhan itu diamanatkan kepada salah seorang Nasrani yang bernama Abu Lu’luah. Abu Lu’luah adalah orang Persia yang ditawan oleh tentara Islam di Nahawand, kemudian menjadi hamba sahaya dari Mughiroh ibnu Syu’bah.
Dari keterangan di atas Umar ibnu Khattab telah merobohkan kerajaan Persia dan melenyapkan kekuasaan mereka. Karena itu lapisan atas dari bangsa Persia beserta pendukung-pendukungnya menaruh dendam terhadap Umar, dan berniat hendak membunuh beliau.
Abu lu’luah telah berhasil menyusup ke dalam masjid, di waktu Umar hendak memulai sembahyang Subuh, saat itu hari masih gelap. Dalam situasi dan kondisi seperti itu Abu Lu’luah mempergunakan kesempatan itu dengan menikam kholifah dengan sebuah golok beberapa kali, diantaranya satu di bawah pusatnya hingga keluarlah isi perut baliau.
Tikaman Abu Lu’luah menyebabkan Umar memekik, maka datanglah kaum muslimin untuk menangkap pambunuh dalam selimut itu, tetapi mereka diserang pula dengan golok yang dibawanya hingga ada yang mati dan beberapa orang menderita luka-luka. Akhirnya kaum muslimin dapat menangkapnya , tetapi Abu Lu’luah masih dapat memakai goloknya untuk membunuh dirinya sendiri.
Beberapa hari kemudian khalifah yang agung dan pemberani itu berpulang kerahmatullah dengan meninggalkan kenangan indah. Perjalanan hidup beliau adalah salah satu dari perjalanan hidup yang paling abadi yang pernah dicatat oleh sejarah. Sepeninggal kholifah Umar ibnu khattab hampir saja jejak pembunuhan itu terpendam dalam ketidakjelasan, akhirnya ada salah seorang pejabat yang membeberkan semuanya.
Abdurrahman ibnu abu bakar telah melihat sehari sebelum terjadi pembunuhan itu. Yaitu ada tiga orang sedang berbisik-bisik.
Pertama: Hurmuzan, yaitu salah seoarang pembesar bangsa Persia yang telah kehilangan kekuasaan dan kedudukan, dan karena tidak ada harapan lagi untuk mengembalikan kekuasaan itu. Lalu terpaksalah ia hidup seperti layaknya rakyat.
Kedua: jufainah yang dahulu menganut agama Nasrani, ia berasal dari Hirah dan bekerja membaca, mengajar, dan menulis di Madinah.
Ketiga: Abu Lu’luah yang mendapat tugas mngevakuasi kholifah Umar ibnu Khattab.
Menurut Abdurrahman, orang orang tersebut terkejut dan kaget ketika melihat Abdurrahman datang dengan tiba-tiba, dan jatuhlah sebuah golok berujung dua dari mereka. Saat Abdurrahman memperhatikan golok yang dipakai oleh Abu Lu’luah untuk membunuh Umar, Abdurrahman yakin bahwa golok yang digunakan membunuh itu adalah golok yang jatuh ketika Abu Lu’luah terkejut kaget melihat datangnya Abdurrahman.
Keterangan Abdurrahman inilah yang mendorong Ubaidillah ibnu Umar membunuh Hurmuzan dan Jufainah setelah ayahnya maninggal.

BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Penaklukan Islam di Syiria terjadi pada paruh pertama abad ke-7. Dimana wilayah ini sudah dikenal sebelumnya dengan nama lain seperti Bilad al-Sham, Levant, atau Suriah Raya. Sebenarnya pasukan Islam sudah berada di perbatasan selatan beberapa tahun sebelum Nabi Muhammad SAW meninggal dunia tahun 632 M, seperti terjadinya pertempuran Mu'tah di tahun 629 M, akan tetapi penaklukan sesungguhnya baru dimulai pada tahun 634 M dibawah perintah Kalifah Abu Bakar and Umar bin Khattab, dengan Khalid bin Walid sebagai panglima utamanya.
Syiria dibawah pemerintahan Romawi timur selama 7 abad sebelum Islam datang, juga pernah di invasi beberapa kali oleh Kekaisaran Sassania Persia yaitu pada abad ke-3, 6 dan 7; Suriah juga menjadi target serangan sekutu Sassania, Lakhmid. Wilayah ini disebut Provinsi Iudaea oleh Bizantium. Selama perang Romawi-Persia terakhir, yang dimulai pada tahun 603, pasukan Persia dibawah pimpinan Khisra II berhasil menduduki Suriah, Palestina and Mesir selama lebih dari satu dekade sebelum akhirnya berhasil dipukul mundur oleh Heraclius dan dipaksa berdamai dan mundur dari wilayah yang mereka kuasai itu pada tahun 628 M. Jadi, pada saat Islam berperang melawan Romawi ini sebenarnya mereka sedang menata kembali wilayahnya yang sempat hilang selama kurang lebih 20 tahun tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam 1, Radar Jaya Offset. Jakarta: 2003
Sou’yb. Joesoef, Sejarah Daulat Abbasiah, Bulan Bintang. Jakarta: Cetakan pertama 1978
A. Hasjmk, Sejarah Kebudayaan Islam, Bulan Bintang. Jakarta: Cetakan kedua tahun 1979
Philip K. Hitti., History of The Arabs, Serambi Ilmu Semarta. Jakarta 1970




0 komentar:

Posting Komentar