rss
twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Pages

Halaqoh Bahasa Al-Qur'an dan Sastra

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur'an tidak boleh disebut sebagai syair atau puisi, meskipun berirama. Para ahli menyepakati bahwa Al-Qur' an adalah prosa berirama dan mempunyai rima. Namun kemukjizatannya tidak hanya sekedar soal itu, karena kekuatan mukjizat Al-Qur'an yang sesungguhnya justru terdapat pada ketinggian bahasanya. Inilah yang membuat orang Quraisy ( yang pada zamannya dikenal sebagai gudangnya penyair dan sastrawan) tak mampu menandingi, meskipun hanya satu ayat saja.
Banyak orang yang tertarik pada Al-Qur’an, Namun tanpa dapat menjelaskan mengapa mereka kagum dan tertarik. Pesona Al-Qur’an sebenarnya bukan karena faktor dogma teologis yang mengharuskan orang beriman untuk mengagungkan dan mengimaninya, melainkan ada faktor inheren dalam teks Al-Qur’an itu sendiri. Teks Al-Qur’an memang mengandung sesuatu yang dapat memikat pembaca atau pendengarnya.
Al-Qur’an sebagai kitab sastra mempunyai kesamaan dengan kitab sastra arab lainya, yang juga dalam pemilihan kata menggunakan sinonim, polisemi, kata-kata asing dan kata-kata khas. Hal ini, menunjukkan bahwa bahasa Al-Qur’an menggunakan bahasa arab yang membumi, bukan “bahasa langit” yang jauh dari bahasa manusia. Tetapi, dalam pemilihan-pemilihannya itu mempunyai kekhasan tersendiri, yang terdapat dalam pemilihan kata, kalimat, dan wacananya.
Pemilihan unsur-unsur pembentukan wacana kisah-kisah dalam Al-Qur’an baik berupa pemilihan kata maupun kalimat adalah untuk mendukung makna dan nuansa yang akan ditampilkan. Sering terjadi subtansi makna yang ditampilkan itu sama, tetapi dalam nuansa yang berbeda sehingga kata atau kalimat yang dipergunakanpun berbeda. Dengan kata lain, kata atau kalimat tidak disusun hanya demi keindahan semata, melainkan untuk mendukung makna karena makna merupakan tujuan sebuah tuturan, sedangkan kata atau kalimat merupakan mediasi untuk mencapai tujuan tersebut. Meskipun demikian itu, tidak mengorbankan kata atau kalimat. Bahkan tiap kata ada dalam batasan semantiknya, dan masing-masing kalimat ada dalam jangkauan fungsi. Semuanya ini, bisa saling mendukung dalam pilihan dan batasan yang tepat.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah perspektif bahasa dalam Al-Qur’an?
b. Apakah keutamaan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an?
c. Seperti apakah dimensi bahasa Al-Qur’an?
d. Bagaimanakah kekuatan sastra Al-Qur’an?
e. Apakah pengaruh Al-Qur’an dalam ranah bahasa dan sastra?

C. Tujuan Masalah
a. Mengetahui perspektif bahasa dalam Al-Qur’an
b. Mengetahui keutamaan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an
c. Mengetahui dimensi bahasa Al-Qur’an
d. Mengetahui kekuatan sastra Al-Qur’an
e. Pengaruh Al-Qur’an dalam ranah bahasa dan sastra



BAB II
PEMBAHASAN

A. Bahasa Dalam Perspektif Al-Qur’an
Bahasa adalah alat komunikasi antara satu pihak dengan pihak lain, dan antara makhluk yang satu dengan makhluk yang lain. Komunikasi akan bisa berjalan, sangat ditentukan oleh bahasa yang dipakai. Jadi, dalam tradisi komunikasi, bahasa telah menjadi media esensial yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan, setiap makhluk hidup, tidak bisa dilepaskan dari bahasa yang menjadi alat komunikasi mereka. Bahasa tidak lain adalah simbol-simbol yang digunakan manusia untuk mengekspresikan ide-ide, gagasan-gagasan, perasaan, pengalaman dan segala yang ada dalam dirinya. Bahasa adalah simbol untuk mengungkapkan diri dan berkomunikasi, karena itu dalam antropologi, manusia disebut animal symbolicum, yaitu makhluk simbol, karena dalam kehidupannya, manusia tidak bisa terlepas dari simbol-simbol, termasuk bahasa.
Dalam konteks ini, agar Al-Qur’an bisa dicerna dengan baik oleh objek (sasaran) yang dituju oleh Al-Qur’an, sehingga pesan-pesan yang akan disampaikan oleh Al-Qur’an dapat terbumi, maka Al-Qur’an tidak bisa menafikan aspek budaya atau tradisi umat manusia. Sebab, dengan cara itu, Al-Qur’an akan benar-benar menjadi bagian integral dalam kehidupan sosial umat. Ketika Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab, berarti Tuhan “meminjam” alat bahasa masyarakat Arab untuk mengkomunikasikan pesan-pesannya kepada mereka (manusia).
Oleh karena itu, memberikan isyarat bahwa Al-Qur’an tidak bisa dilepaskan dari masalah bahasa, sehingga bahasa bagi Al-Qur’an bisa jadi merupakan kekuataan yang sangat signifikan, karena dengan bahasa, berarti nilai-nilai ajaran Al-Qur’an akan dapat tertransformasi dengan baik. Bahasa Tuhan jelas berbeda dengan bahasa manusia, karena Tuhan dengan segala kekuasaannya dan sifat mukhalafatuhu lil hawadist-nya memberikn garis demarkasi bahwa Tuhan tidak pernah sama dengan manusia, termasuk dalam berbahasa. Bahasa Tuhan adalah bahasa yang belum diketahui oleh siapapun. Keghaiban Tuhan, bukan hanya pada dzat Tuhan, tetapi bahasa yang digunakan oleh Tuhan juga misterius. Bahasa yang dipakai oleh Al-Qur’an bukan bahasa Tuhan, tetapi bahasa manusia. Tuhan hanya menggunakan atau “meminjam” bahasa Arab untuk mempermudah penyampaian ide-ide Ilahiyah Tuhan kepada manusia.
Dengan memakai bahasa Arab, karena al-Qur’an turun pada sosok Nabi dan komunitas yang berbahasa Arab, maka Al-Qur’an memakai bahasa dimana Al-Qur’an diturunkan. Seandainya, Al-Qur’an pada awalnya turun dalam komunitas non Arab (misalnya komunitas Madura, Jawa, Jepang, Ingris dan lain sebagainya) secara otomatis al-Qur’an akan meminjam bahasa-bahasa masyarakat yang menjadi objek dimana Al-Qur’an akan diturunkan.
Hal itu ditegaskan oleh dalam ayat-Nya :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Artinya : Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. (QS. Yusuf: 2)

B. Keutamaan Bahasa Arab Sebagai Bahasa Al-Qur’an
Keistimewaan Bahasa Arab
1. Bahasa Arab adalah bahasa Al Qur’an. Allah ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menjadikan Al-Quran dalam bahasa Arab, supaya kalian memahaminya.” (QS. Az Zukhruf: 3)
2. Bahasa Arab adalah bahasa Nabi Muhammad dan bahasa verbal para sahabat. Hadits-hadits Nabi yang sampai kepada kita dengan berbahasa Arab. Demikian juga kitab-kitab fikih, tertulis dengan bahasa ini. Oleh karena itu, penguasaan bahasa Arab menjadi pintu gerbang dalam memahaminya.
3. Susunan kata bahasa Arab tidak banyak. Kebanyakan terdiri atas susunan tiga huruf saja. Ini akan mempermudah pemahaman dan pengucapannya.
4. Indahnya kosakata Arab. Orang yang mencermati ungkapan dan kalimat dalam bahasa Arab, ia akan merasakan sebuah ungkapan yang indah dan gamblang, tersusun dengan kata-kata yang ringkas dan padat.
5. Bahasa Arab adalah satu-satunya bahasa yang mampu melukiskan wahyu Ilahi secara sempurna dengan sefasih-fasihnya kalam dan seindah-indahnya susunan. Begitu indahnya bahasa Arab Al-Quran sampai ahli sastra Arab di zamannya tidak bisa mendefinisikannya (al-Muddatstsir:18-25). Kata bahasa Arab mempunyai tashrif (perubahan) yang amat luas. Satu kata akar bisa melahirkan 3000 kosa kata baru dan satu tema bisa diungkapkan oleh lebih dari 10 kata dan setiap kata bisa diungkapkan dalam bentuk asli atau kiasan. Dengan kekayaan perbendaharaan katanya tersebut, bahasa Arab mampu menjelaskan makna isi Al-Qur'an dengan tepat. Bahasa Arab sudah memiliki istilah-istilah untuk menjelaskan proses penciptaan manusia pada (Al-Mu'minun: 12-14).
6. Meskipun demikian, bahasa Arab Al-Quran termasuk mudah difahami seperti disebutkan 4 kali dalam al-Qamar: 17, 22, 32 dan 40. "Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?" Fakta sejarah menunjukkan berubahnya Afrika Utara menjadi dunia Arab dan para perumus ilmu tata bahasa Arab sebagian besar bukan berdarah Arab, seperti Sibawayh dari Asia Tengah, Ibnu Malik dan Ibnu Hisyam dari Spanyol dan Imrithi dari Afrika Utara.
7. Selain itu, kata bahasa Arab bersifat konsepsional, dalam arti tidak sebatas identifikasi benda, melainkan juga bisa menggambarkan proses benda tersebut. Sebagai contoh, kata roti (khubz) dengan permutasi (kombinasi) ketiga hurufnya (kha, ba, za) memotret proses pembuatannya: bazakha berarti memukul-memukul sesuatu, khabaza berarti mengubah sesuatu cepat-cepat dengan tangan, khazaba berarti menjadi mengembang. Jadi, khubz (roti) adalah sesuatu yang diolah dengan membanting dan mengubah adonan dengan tangan, kemudian adonan itu menjadi mengembang.
8. Kaidah-kaidah tatabahasa Arab sangat sempurna dan kuat. Kaidah-kaidah tersebut meliputi ilmu Shorof, Nahwu, Ma'ani, Bayan, Badi', 'Arudh, Qowafi, Matan Lugho, Qordhus Syi'ir dan lain-lain. Kesemuanya itu mempunyai fungsionalitas tertentu dan saling melengkapi. Bersama Al-Quran, kaidah-kaidah tersebut ikut berperan menjaga orisinalitas dan kesehatan bahasa Arab. Kata bahasa Arab termasuk paling sehat dari penyakit kata-kata, seperti penyakit substraksi, addisi, ireguler dan perubahan bunyi.
9. Bahasa arab termasuk bahasa tertua di dunia ini, bahkan lebih tua dan lebih kekal dari umur sejarah manusia di bumi berdasarkan pendapat ilmuwan yang menyebutkan bahwa bahasa Arab merupakan bahasa Nabi Adam a.s. ketika di surga dan menjadi cikal bakal bahasa-bahasa di dunia ini. Hadits Nabi saw. di awal bahkan menyebutkan bahasa Arab sebagai bahasa penduduk surga. Alih-alih punah seperti bahasa-bahasa tua dunia lainnya, bahasa Arab termasuk bahasa besar dan resmi di dunia modern saat ini.
10. Bahasa Arab adalah bahasa persatuan umat Islam. Sebagai bahasa Al-Quran, bahasa Arab tidak diturunkan untuk satu kaum saja, tapi juga untuk semua kaum di dunia ini, karena bahasa Arab merefleksikan bahasa aqidah umat Islam yang penuh persaudaraan universal. Berbicara bahasa Arab membuat citra kuat status kemusliman seseorang di kalangan komunitas yang tidak berbahasa Arab. Sebagai orang bukan Arab, kita akan disambut layaknya seorang saudara didalam komunitas bangsa Arab, dan dikagumi ketika kita mampu berbicara bahasa Arab klasik.
11. Hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Al Hafidz Ibnu Asakir dengan sanad dari Malik: "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Rabb itu satu, bapak itu satu, dan agama itu satu. Bukanlah Arab di kalangan kamu itu sebagai bapak atau ibu. Sesungguhnya Arab itu adalah lisan (bahasa), maka barangsiapa yang berbicara dengan bahasa Arab, dia adalah orang Arab".

Pengaruh Bahasa Arab Untuk Pendidikan
1. Mempermudah Penguasaan Terhadap Ilmu Pengetahuan
Islam sangat menekankan pentingnya aspek pengetahuan melalui membaca. Allah ta’ala berfirman,
اقرأ باسم ربك الذي خلق
“Bacalah dengan nama Rabb-mu yang menciptakan.”(QS.Al ‘Alaq: l) Melalui bahasa Arab, orang dapat meraih ilmu pengetahuan. Sebab bahasa Arab telah menjadi sarana mentransfer pengetahuan. Bukti konkretnya, banyak ulama yang mengabadikan berbagai disiplin ilmu dalam bait-bait syair yang lebih dikenal dengan nazham (manzhumah atau nazhaman). Dengan ini, seseorang akan relatif lebih mudah mempelajarinya, lantaran tertarik pada keindahan susunannya, dan menjadi keharusan untuk menghafalnya bagi orang yang ingin benar-benar menguasainya dengan baik.
Sebagai contoh, kitab Asy Syathibiyah Fi Al Qiraati As Sab’i Al Mutawatirati ‘Anil Aimmati Al Qurrai As Sab’ah, adalah matan syair yang berisi pelajaran qiraah sab’ah, karangan Imam Al Qasim bin Firah Asy Syathibi. Buku lain yang berbentuk untaian bait syair, Al Jazariyah, yaitu buku tentang tajwid karya Imam Muhammad bin Muhammad Al Jazari. Dalam bidang ilmu musthalah hadits, ada kitab Manzhumah Al Baiquniyah, karya Syaikh Thaha bin Muhammad Al Baiquni. Dan masih banyak contoh lainnya.
2. Meningkatkan Ketajaman Daya Pikir
Dalam hal ini, Umar bin Khaththab berkata, “Pelajarilah bahasa Arab. Sesungguhnya ia dapat menguatkan akal dan menambah kehormatan.”
Pengkajian bahasa Arab akan meningkatkan daya pikir seseorang, lantaran di dalam bahasa Arab terdapat susunan bahasa indah dan perpaduan yang serasi antar kalimat. Hal itu akan mengundang seseorang untuk mengoptimalkan daya imajinasinya. Dan ini salah satu faktor yang secara perlahan akan menajamkan kekuatan intelektual seseorang. Pasalnya, seseorang diajak untuk merenungi dan memikirkannya. Renungkanlah firman Allah ta’ala, “Barangsiapa yang menyekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS Al Hajj: 31)
Lantaran dahsyatnya bahaya syirik kepada Allah, maka permisalan orang yang melakukannya bagaikan sesuatu yang jatuh dari langit yang langsung disambar burung sehingga terpotong-potong tubuhnya. Demikian perihal orang musyrik, ketika ia meninggalkan keimanan, maka syetan-syetan ramai-ramai menyambarnya sehingga terkoyak dari segala sisi, agama dan dunianya, mereka hancurkan. (Tafsir As Sa’di)

3. Mempengaruhi Pembinaan Akhlak
Orang yang menyelami bahasa Arab, akan membuktikan bahwa bahasa ini merupakan sarana untuk membentuk moral luhur dan memangkas perangai kotor.
Berkaitan dengan itu, Ibnu Taimiyah berkata: “Ketahuilah, perhatian terhadap bahasa Arab akan berpengaruh sekali terhadap daya intelektualitas, moral, agama (seseorang) dengan pengaruh yang sangat kuat lagi nyata. Demikian juga akan mempunyai efek positif untuk berusaha meneladani generasi awal umat ini dari kalangan sahabat, tabi’in dan meniru mereka, akan meningkatkan daya kecerdasan, agama dan etika”. (Iqtidha Shiratil Mustaqim, hlm. 204)
Misalnya, penggalan syair yang dilantunkan Habib bin Aus yang menganjurkan berperangai dengan akhlak yang baik:
Manusia senantiasa dalam kebaikan,
selama ia mempunyai rasa malu
Batang pohon senantiasa abadi,
selama kulitnya belum terkelupas
Demi AIlah, tidak ada sedikit pun kebaikan dalam kehidupan,
Demikian juga di dunia, bila rasa malu telah hilang sirna
Juga ada untaian syair yang melecut orang agar menjauhi tabiat buruk.
Imam Syafi’i mengatakan:
Bila dirimu ingin hidup
dengan bebas dari kebinasaan,
(juga) agamamu utuh dan kehormatanmu terpelihara,
Janganlah lidahmu
mengungkit cacat orang,
Tubuhmu sarat dengan aib, dan orang (juga)
memiliki lidah.
Jadi, bahasa Arab tetap penting, Bahkan menjadi ciri khas kaum muslimin. Seyogyanya menjadi perhatian kaum muslimin. Dengan memahami bahasa Arab, penguasaan terhadap Al Qur’an dan As Sunnah menjadi lebih mudah. Pada gilirannya, akan mengantarkan orang untuk dapat menghayati nilai-nilainya dan mengamalkannya dalam kehidupan.

C. Dimensi Bahasa Al-Qur’an
Bahasa Al-Qur’an memiliki hakekat yang khusus. Hal ini karena hakekat Al-Qur’an itu sendiri, yaitu sebagai sarana komunikasi antara Tuhan dengan Makhluk-Nya. Sedangkan bahasa dalam pengertian umum hanya merupakan sarana komunikasi antara sesama manusia. Memang dapat dimaklumi Al-Qur’an secara empiris merupakan suatu naskah teks, sebagai suatu kitab yang menggunakan sarana komunikasi bahasa. Namun demikian hendaklah dipahami bahwa Al-Qur’an berbeda dengan teks sastra ataupun teks-teks lainnya. Kekhususan ini karena sifat hakekat bahasa yang terkandung di dalamnya memiliki fungsi yang berbeda dengan fungsi bahasa lainnyadalam komunikasi antar manusia. Perbedaan ini terletak pada hakekat makna dan fungsi bahasa Al-Qur’an yang khas, universal dan mengatasi ruang serta waktu. Oleh karena itu kajian semantik Al-Qur’an yang hanya mendasarkan pada kaidah-kaidah linguistik dalam menafsirkan makna yang dikandungnya, akan banyak mengalami kesulitan dan keterbatasan.
Kaelan MS dalam tulisan yang berjudul, “Kajian Makna Al-Qur’an: Suatu Pendekatan Analisa Bahasa” menjelaskan, bahasa Al-Qur’an bukan hanya mengacu pada dunia empirik saja tetapi juga mengacu pada dimensi:
Pertama, dunia, yang meliputi dua hal,
a. Dunia human, yang meliputi dunia kemanusiaan
b. Dunia infra human, yang berkaitan dengan dunia binatang, tumbuhan, dan dunia fisik lainnya dengan segala hukum serta sifat masing-masing.
Kedua , aspek metafisik: yaitu suatu hakekat makna di balik hal-hal yang bersifat fisik. Aspek metafisik ini tidak terjangkau oleh indera manusia, ia hanya dapat dipahami, dipkirkan dan dihayati.
Ketiga, adikodrati: yaitu suatu wilayah di balik dunia manusia yang hanya diinformasikan oleh Tuhan melalui wahyu. Misalnya surga, neraka, ruh, hari kiamat dan sebagainya.
Keempat, ilahiyah: yaitu aspek yang berkaitan dengan haekat Allah bahwa Allah memiliki al-Asma’ al-Husna.
Kelima, mengatasi dunia ruang dan waktu. Hal ini dijelaskan oleh Al-Qur’an itu sendiri, misalnya yang berkaitan dengan sejarah para Nabi dan Rosul-Nya, dan yang berkaitan dengan dimensi ruang, misalnya dunia jin, alam kubur, alam ruh, dan sebagainya.
Mengingat hakekat bahasa Al-Qur’an yang mengacu pada dunia tersebut, maka untuk memahami teks-teks Al-Qur’an tidak mungkin hanya berdasarkan pada kaidah-kaidah linguistik semata. Sebab itu dalam upaya mengatasi stagnasi bahasa, terutama kaitannya dengan dimensi ilahiyah atau dunia metafisik maka sangat realistis bilamana kemudian dikembangkan bahasa metafor dan analogi. Karena bahasa metafor dan analogi dapat menjembatani rasio manusia yang terbatas dengan dimensi Ilahiyah atau metafisik yang serba tidak terbatas.
Walaupun pada sisi lain bahasa metafor berimplikasi terhadap munculnya penafsiran dan pemahaman baru, tetapi keberadaannya dapat mengakomodasi sehingga Al-Qur’an akan selalu hadir setiap saat tanpa kehilangan daya pikat dan panggilan hermeneutiknya. Dengan kata lain bahasa metafora mengandung misteri dan mitos yang setiap saat akan melahirkan nuansa, visi, imajinasi, dan jawaban konseptual yang baru dan segar kalau saja pembacanya mampu mampu menafsirkan secara kreatif dan kontemplatif dengan mengaitkan pada konteks sosial dan konteks psikologis yang baru.

D. Kekuatan Sastra Al-Qur’an
Adalah memang sangat wajar kalau Al Qur''an dinilai sebagai sebuah kekuatan besar. Al- Qur''an sendiri dengan tegas mengatakan: "Kalau seandainya Al Qur''an ini Kami turunkan di atas sebuah gunung maka gunung itu akan guncang karena takut kepada Allah" (Al Hasyar: 21). Al Qur''an adalah kalam Ilahi yang "mu''jiz", yang memiliki kekuatan luar biasa yang mengalahkan segala tandingan dari sudut dan aspek mana saja, hanya akal-akal kerdil saja yang masih meragukan akan kehebatan Al Qur''an, dan cenderung untuk meletakkan Al- Qur'an pada posisi yang sejajar dengan akalnya yang terbatas.
Itulah Al Qur''an, sebuah lautan yang seandainya seluruh laut dijadikan tinta untuk menggalinya, niscaya air laut ini akan habis walau didatangkan sebanyak itu lagi, tak akan selesai digali. Kedalaman dan keluasan ilmu yang terkandung dalam Al Qur''an menjadikan kita semua hanya bisa terkagum-kagum, justeru tidak semakin menyombongkan diri menngingkari kehebatannya. Lebih celaka, karena pengingkaran manusia ditambah lagi dengan keangkuhan seolah "pemahaman" mereka jauh lebih hebat dari kandungan Al Qur''an itu sendiri. Kesombongan insan tidak lagi sebatas menantang "penafsiran" ulama lain, tapi telah berada pada batas menantang "kehebatan" Kalam Ilahi itu sendiri. Suatu kesombongan yang sangat luar biasa, bahkan suatu kenaifan yang sebenarnya sangat menjijikkan, karena penantangan seperti itu hanya semakin memperlihatkan "kejahilan" yang hebat dari seseorang. "Walan taf''aluu" (dan kamu tak akan bisa melakukan penantangan itu) tantang Al Qur''an. Itulah sebabnya, semakin direndahkan Al Kitab ini, justru semakin menampakkan kemuliaaannya. Allah sendiri meyakinkan: "Wa Qul Jaa al Haq wa zahaqa al baathilu, innal baathila kaana zahuhuqa" (dan katakan: sungguh kebenaran telah tiba dan kebatilan telah lenyap, dan sungguh (jika bertabrakan) kebatilan itulah yang akan lenyap). Sesungguhnya inilah yang menjadikan "ahli bathil" terkadang panik dalam menyampaikan ide-idenya, karena dari hari ke hari ide-ide mereka semakin tidak populer, walau itu didukung oleh berbagai fasilitas yang lebih hebat dan canggih.

E. Pengaruh Al-Qur’an Dalam Ranah Bahasa dan Sastra
Sesungguhnya Al-Qur’an telah memberikan inspirasi dan mempengaruhi perilaku manusia. Ia juga menghadirkan cita-cita yang memotivasi mereka dalam mengarungi kehidupan, sehingga tersebarluaslah ungkapan Al-Qur;an pada ucapan mereka dan bercampurbaurlah dengan bahasa keseharian mereka, bahkan mengikat seluruh segi kehidupannya.
Meskipun ungkapan-ungkapan ini hadir menyerupai ungkapan pribahasa yang biasa diucapkan oleh manusia, namun hal itu tidak dianggap sebagai pribahasa Al-Qur’an karena dua alasan:
Pertama: Al-Qur’an sendiri tidak mengidentifikasikan ungkapan-ungkapan ini sebagai pribahasa. Oleh karena itu pribahasa Al-Qur’an sesuai pemahaman konteks Al-Qur’an tentang pribahasa terbatas pada salah satu dari dua bentuk pribahasa, yaitu pribahasa penyerupaan dan perbandingan serta pribahasa cerita atau kisah. Bentuk-bentuk lain selain kedua bentk ini tidak ada landasannya dalam Al-Qur’an.
Kedua: ungkapan-ungkapan ini tidak mungkin dianalogikan dan dibandingkan dengan semua yang dijelaskan dalam Al-Qur’an.
Hal penting yang mengistimewakan ungkapan-ungkapan Al-Qur’an yang sudah tenar dalam ucapan manusia yaitu:
• Ijaz (ringkas) dan balaghoh (tepat)
• Cakupannya terhadap nilai-nilai akhlak dan agama yang menyatu dengan realitas, kata-kata bijak, dan nasihat-nasihat yang bernilai.
• Bersifat umum, artinya berlaku umum dan memungkinkan untuk menerapkannya pada beberapa kondisi selain yang diungkapkan dalam Al-Qur’an.
Ungkapan-ungkapan Al-Qur’an yang tenar dalam ucapan manusia ini dianggap sebagai salah satu sarana terpenting dalam pendidikan dan pengajaran serta menjadi salah satu rambu penunjuk dari banyak rambu-rambu dalam beberapa pelajaran metode mendidik pada Al-Qur’an, sehingga memperoleh pengetahuan dan kepandaian berbahasa disamping pengetahuan fiqih, agama, sejarah, dan sebagainya.



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Al-Qur’an adalah sentral pijakan bagi umat Islam dan memiliki posisi di hati manusia. Di dalamnya tidak hanya menjelaskan satu pokok masalah (akidah), tetapi menyangkut aspek kehidupan umat manusia, baik kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat. Al-Qur’an bagi kaum muslimin adalah verbun dei (kalamullah) yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad, Nabi yang ummi melalui perantara Jibril selama kurang lebih dua puluh tiga tahun lamanya.
Al-Qur’an bukan hanya menjadi seperangkat kitab yang memberikan garis aturan, tetapi juga menjadi kunci setiap problem kehidupan bagi umat manusia, karena Al-Qur’an adalah hudan (petunjuk) bagi umat manusia. Tidak ada kitab maha lengkap dibandingkan al-Qur’an, yaitu sebuah kitab yang memiliki keluarbiasaan yang sangat dahsyat. Segala keistimewaan Al-Qur’an tersebut, membuktikan keotentikannya sebagai firman Tuhan, sebagaimana di sebutkan dalam Al-Qur’an sendiri : Qs. Hud : 1. Allah berfirman :
Artinya : Alif laam raa, (inilah) suatu Kitab yang ayat-ayat-Nya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu,
Al-Qur’an adalah dokumen ilahiyah yang memiliki kandungan nilai-nilai universal yang serba lengkap, baik nilai-nilai religiusitas maupun sosial untuk memenuhi kehidupan umat manusia. Al-Qur’an bukan hanya sekedar rangkaian huruf, tetapi memiliki makna yang tersirat di dalamnya. Sejak awal Islam, terutama pasca penurunan Al-Qur’an, umat Islam terus berupaya untuk mengerti dan memahami isi kandungan Al-Qur’an, sehingga apa yang diajarkan oleh Al-Qur’an dapat dipahami dengan baik dan benar.
Al-Qur’an diturunkan untuk menyeru kepada seluruh umat manusia, yang berbeda taraf pemikiran dan kemampuan akalnya, ada yang diarahkan ke hati, agar terbuka dalam menerima nasihat, dan ada yang diarahkan ke akal, agar merenungkan pembahasan logis dan batil, dan lain sebagainya.
Kandungan universal yang dikandung Al-Qur’an tersebut membuktikan tentang keabsahan Al-Qur’an sebagai mu’jizat terbesar dalam sejarah kemukjizatan para Nabi dan para Rasul. Salah satu aspek kehebatan Al-Qur’an adalah kandungan nilai-nilai kehidupan yang selalu relevan dengan setiap perkembangan zaman. Al-Qur’an selalu mampu mengimbangi bahasa zaman serta mampu memberikan jabawaban-jawaban logis atas problem hidup umat manusia. Inilah salah satu fungsi hudan yang dimiliki oleh Al-Qur’an yang oleh Fazlurrahman disebut sebagai dokumen untuk manusia.
Sebagai kitab terlengkap untuk umat manusia, Al-Qur’an mengandung banyak hal di dalamnya, sehingga dapat menjadi referensi untuk memenuhi kebutuhan umat manusia dalam berbagai aspek, mulai masalah, akidah, moral, politik, ekonomi, budaya, dan masalah bahasa. Semua persoalan tersebut dijelaskan dalam Al-Qur’an dengan sistematis dan sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh Al-Qur’an.


Daftar Pustaka

- Al-Miliji Athif. 2008. “Keindahan Makna Al-Qur’an”. Jakarta: cendikia.
- Muzakki Akhmad. 2009. “Stilistika Al-Qur’an”. Malang: uin Press.
- Ahmad Sarwat, Lc. Muslim Blog the Juli 9th, 2008
- Memahami tatabahasa Al Qur'an. Jumat, 11 Desember 2009 00:49
- Syamsi Ali, Kekuatan Sastra Al-Qur'an, 10 September 2007
- Kholil. Keutamaan Bahasa Arab. 26 Januari 2009







0 komentar:

Posting Komentar